Lompat ke konten
Beranda » Niat Dalam Menuntut Ilmu

Niat Dalam Menuntut Ilmu

Transkrip
NIAT DALAM MENUNTUT ILMU
Silsilah Amalan Hati #2

 

Berikut ini transkrip dari materi kajian yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Firanda Andirja, M.A., حفظه الله yang berasal dari Silsilah Amalan Hati bagian Ke-2 yang berjudul Niat Dalam Menuntut Ilmu.

 

Kepada ikhwan dan akhawat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu meluruskan niat dalam menuntut ilmu. Ini perkara penting karena niat punya pengaruh besar dalam gerak langkah kita.

Kalau niat kita benar insyaa Allah dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, kalau niat kita salah maka akan sulit bagi kita menempuh jalan menuntut ilmu. Walaupun kita berhasil menuntut ilmu tapi kalau niatnya salah maka tidak berkah.

Oleh karenanya Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

Siapa yang menuntut ilmu ternyata ilmunya tidak menambah ketakwaannya, ilmunya tidak membuat dia semakin semangat beramal shalih, berarti niatnya terkontaminasi, ada masalah dengan niatnya.

Oleh karenanya perlu kita perbaiki niat kita ketika menuntut ilmu:

Yang Pertama, adalah kita ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita menuntut ilmu bukan untuk berbangga-banggaan, niat kita perbaiki, kita menuntut ilmu karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan untuk meraih pujian atau sanjungan atau pengakuan dari yang lainnya.

Yang Kedua, di antara yang perlu kita pelajari tentang masalah niat yaitu kita niatkan menuntut ilmu untuk diamalkan dan ini sangat penting karena sebagian orang menuntut ilmu hanya untuk menambah wawasan, pengetahuan, sekedar rasa ingin tahu, apalagi dalam rangka untuk bisa berdiskusi, berdebat, agar orang mengakui dia punya ilmu dan yang lainnya, ini niat-niat yang salah karena tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk diamalkan.

Bahkan sebagian ulama menyatakan bahwasannya ilmu itu baru dikatakan berfaedah jika membuahkan hasil dan hasilnya adalah amalan. Maka dikatakan,

“Buat apa ada pohon tanpa buah. Pohon itu ditunggu buahnya.”

Maka sama dengan ilmu, ilmu itu yang dibutuhkan adalah pengamalannya. Pengamalan bisa dalam 2 hal:
– Pengamalan hati (yaitu akidah yang benar),
– Pengamalan (amal jawarih) anggota tubuh dengan ibadah.

Maka ilmu harus ada buktinya, karenanya tatkala kita belajar, kita niatkan untuk menuntut ilmu.

Dahulu para salafush shalih/para sahabat, mereka mempelajari surat Al-Baqarah dengan perlahan, kenapa? Karena disertai dengan pengamalan dari isi surat Al-Baqarah tersebut. Oleh karenanya kalau ada seseorang sudah selesai surat Al-Baqarah berarti dia sudah banyak amalannya,

Nah, saya berharap pada diri saya pribadi dan juga kepada para ikhwan dan akhawat, kita bukan hanya sebagai orang yang cerdas dalam menangkap ilmu tapi kita berusaha menjadi orang yang cerdas dalam menerapkan ilmu. Sebagaimana perkataan Nabi ﷺ,

القُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ

“Al-Quran itu akan membelamu pada hari kiamat kelak atau akan malah menyerangmu.”
(HR. Muslim no. 223)

Yaitu Al-Quran jika kita amalkan akan memberi syafa’at bagi kita, membela kita. Tapi kalau tidak kita amalkan, hanya sebagai wawasan bahkan kita bertentangan dengan ilmu yang kita miliki, maka akan menjadi bumerang yang menyerang kita pada hari kiamat kelak.

Dan di antara niat juga yang harus diperhatikan adalah kita menuntut ilmu untuk mengangkat kejahilan dari diri kita dan untuk mengangkat kejahilan dari orang lain.

Sebagaimana Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah pernah ditanya tentang ilmu, Imam Ahmad berkata,

الْعِلْمُ لاَيَعْدِلُهُ شَيْءٌ إذَا خَلِصَتْ النِّيَّة

“Ilmu itu tidak bisa dibandingkan dengan apapun (artinya dia adalah ibadah yang sangat agung) jika niatnya ikhlas.” [1]

Maka ditanya:
“Wahai Imam Ahmad, bagaimana mengikhlaskan niat?”

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata,

يَنْوِي رَفْعَ الجَهْلِ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ غَيْرِهِ

“Seorang menuntut ilmu dengan niat untuk mengangkat kejahilan dari dirinya (karena kita ini penuh dengan kejahilan dan asalnya kita dilahirkan dengan kejahilan. Maka kejahilan kita angkat sedikit demi sedikit) dan juga meniatkan untuk mengangkat kejahilan dari orang lain.” [1]

Ini tentunya sangat penting bagi para da’i, mereka menuntut ilmu dalam rangka berniat mengangkat kejahilan dari masyarakat. Tapi kalau seperti antum dan antunna (paling tidak) berniat “Kalau saya punya ilmu, saya akan juga mengajarkan kepada orang terdekat saya, kepada istri, kepada suami, kepada anak-anak.”

Paling tidak yang paling utama adalah mengangkat kejahilan diri kita dan mengangkat kejahilan dari orang-orang terdekat kita. Jadi bukan untuk menjadikan diri kita tinggi, menjadikan diri kita pusat perhatian. Sebagaimana Nabi ﷺ mengingatkan bahwasanya orang menuntut ilmu,

لِيَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ [2]

Agar orang-orang memperhatikan dia, orang-orang melirik dia, supaya jadi pusat perhatian.

Orang-orang mengakui dia itu adalah niat-niat yang buruk. Tapi kita menuntut ilmu agar kejahilan kita, kebodohan kita, berkurang sedikit demi sedikit dan juga kalau bisa kita beri mnafaat kepada orang-orang sekitar kita.

Jadi semoga ikhwan dan akhawat terus semangat menuntut ilmu. Lihatlah bagaimana Nabi Musa ‘alaihissalam ingin menuntut ilmu, dia rela berjalan meskipun berkilo-kilo, puluhan kilo, bahkan bertahun-tahun, yang penting dia bisa bertemu dengan Nabi Khadir untuk menuntut ilmu darinya.

Demikian semoga ikhwan dan akhawat selalu diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penyusun: Prita Hastari
Surel: silsilahamalanhati@gmail.com

Artikel: catatankajian.com
silsilahamalanhati.wordpress.com

Catatan kaki:
[1]. Kitabul ‘Ilmi hal. 22
[2]. Potongan hadits yang disebutkan adalah riwayat Ibnu Majah, no. 253; dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ

“Barang siapa yang mempelajari ilmu sekadar untuk mendebat orang yang bodoh, untuk membanggakan diri di hadapan ulama, atau untuk menarik perhatian manusia pada dirinya maka tempat untuknya adalah neraka.” (Hadits ini dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)

Prita Hastari
Author: Prita Hastari

Koreksi, saran, masukkan atau apapun yang ingin disampaikan terkait penulisan artikel dapat Anda sampaikan melalui alamat email berikut ini 📧 www.catatankajian.com@gmail.com

  • Kajian Silsilah Amalan Hati